Zulkarnaen, Agustus 2009.

Dari perkembangan zaman dan peradaban manusia dapat kita perhatikan bahwa, dari sejak zaman manusia gua berburu sampai saat ini, perkembangan tingkat kesejahteraan manusia secara berkelompok sejalan dengan tingkat pemerataan penguasaan dan pemanfaatan (sharing) iptek dalam kelompok.

Faktor penentunya bukanlah ipteknya itu sendiri tetapi adalah aspek pemerataannya. Pada awalnya proses sharing berjalan secara sederhana dan alami. Namun kemudian dengan berkembangnya kondisi sosial, ekonomi, bentuk organisasi dari perusahaan dan unit pelayanan public yang semakin dinamis dan kompleks, maka proses sharing memerlukan pengelolaan secara tersistim dan terorganisir sehingga pada awal 1990-an muncul dan terus berkembang konsep dan implementasi dari apa yang kita kenal sekarang sebagai Knowledge Management.

Knowledge gap dan bahayanya
Berbagai krisis dan konflik dapat terjadi akibat timbulnya kesenjangan dalam suatu organisasi, negara bahkan antar negara di dunia. Dalam kasat mata kesenjangan itu biasanya tampak dalam bentuk fisik atau kekayaan materiil sebagai ukuran tingkat kesejahteraan.

Namun kita menyadari bahwa sesungguhnya kesenjangan itu bersumber pada penguasaan dan pemanfaatan ilmu, pengetahuan dan teknologi (iptek). Dalam kehidupan sehari-hari terbukti bahwa dalam suatu organisasi atau perusahaan jika penguasaan iptek hanya menjadi milik pribadi secara individual maka kondisi kesenjangan itu akan menyebabkan tidak maksimalnya kinerja perusahaan.

Demikian juga dalam suatu negara banyak contoh bagaimana timbul potensi konflik akibat kesenjangan antara berbagai bagian negara karena perbedaan tingkat pendidikan (penguasaan iptek) masyarakatnya.

Dan lebih luas lagi kita saksikan berbagai konflik antar negara di dunia, yang dapat ditelusuri sumbernya berasal dari kesenjangan penguasaan dan pemanfaatan iptek. Uraian situasi diatas adalah suatu fenomena yang sudah kita ketahui dan sadari sejak lama. Pertanyaannya adalah apa yang mungkin belum secara maksimal kita upayakan untuk mengurangi kesenjangan itu.

Solusi Knowledge Gap
Dalam tulisan di Harian Waspada tanggal 15 Agustus 2009 yang berjudul “Berbagi Pengetahuan Meningkatkan Kinerja dan Prestasi Organisasi” dijelaskan mengenai konsep Knowledge Management (KM) serta manfaatnya bagi suatu organisasi dalam suatu perusahaan dan bahkan negara untuk mengatasi kesenjangan pengetahuan.

Konsep KM dalam implementasinya menawarkan suatu solusi, metodologi yang berazaskan kepada prinsip dialog yang dalam KM lebih dikenal dengan istilah sharing, yang tujuannya adalah pemerataan penguasaan dan pemanfaatan iptek dalam suatu organisasi/perusahaan.

Dalam konteks KM pengertian iptek sangat memperhatikan pengetahuan yang bersifat tacit yaitu pengetahuan yang ada dalam otak manusia yang tidak atau belum seutuhnya dapat dituliskan. Dan ini dapat disebarkan melalui pembentukan Hasil Riset Tentang Manfaat KM dari berbagai sumber diperoleh laporan- laporan yang dapat dipercaya bahwa implementasi KM yang menitikberatkan pada proses sharing:

1). Pada tataran organisasi telah terbukti meningkatkan efisiensi dan efektifitas organisasi : perusahaan, unit pelayanan publik bahkan dilingkungan pemerintahan dan angkatan bersenjata;

2). Pada tataran negara , beberapa negara Skandinavia telah membuktikan kekuatan daya saingnya melalui implementasi KM dalam pembangunan ekonomi dan masyarakat dengan berbasis pengetahuan.Contoh ini telah diikuti oleh negara-negara lain yang menyadari bahwa mereka tidak memiliki potensi sumber daya alam yang mencukupi;

3). Pada tataran dunia dilaporkan bahwa Bank Dunia dan UNDP telah melakukan perubahan strategi dan kebijakan dalam memberikan bantuan kepada negara-negara miskin di dunia yaitu perubahan kriteria bantuan dari perspektif fisik materiil kepada perspektif penguasaan dan pemanfaatan iptek.

Communities of Practice (CoP)
Sharing merupakan kata-kunci utama dalam proses implementasi KM dalam suatu organsasi, yang difasilitasi oleh suatu bentuk forum yang dikenal dengan istilah Community of Practice (CoP). Yaitu sekelompok anggota organisasi dengan pekerjaan (dan minat) dalam bidang tertentu yang secara berkala mengadakan pertemuan (dialog) mengenai permasalahan dalam bidangnya.

CoP adalah forum non-struktural dan keanggotaannya tidak mengenal atas batas formal/hierakhis organisasi dalam bentuk apapun (jabatan, latar belakang pendidikan atau masa kerja). Dengan demikian diharapkan proses dialog/sharing dapat berlangsung dengan bebas. Produk dari CoP harus merupakan suatu perbaikan dari prosedur kerja untuk meningkatkan kinerja organisasi atau dapat juga berupa inovasi dalam bidangnya.

Idealnya CoP terbentuk atas inisiatif dari bawah, tetapi dapat juga diawali oleh inisiatif manajemen yang disertai dengan implikasi konsekuensinya yaitu dukungan motivasi (kadang-kadang intervensi), fasilitas dan sistem apresiasi yang tepat. Dari pengalaman beberapa perusahaan, kendala yang utama dari aktifitas CoP adalah keterbatasan waktu karena anggota sudah tersita waktunya untuk mengerjakan tugas-tugas rutin dalam posisinya sebagai bagian dari organisasi struktural.

Oleh karenanya perlu dirancang keanggotaan CoP mempunyai keterkaitan dalam kepentingan dan keterhubungan dengan posisi di struktural sehingga  terbangun kondisi sinergis antara keduanya. Kunci keberhasilan dari CoP sangat bergantung pada faktor dan peran kepemimpinan manajemen untuk memelihara dan mengembangkannya.

Proses
sharing dalam suatu CoP, dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi (intranet/internet) dapat diikuti oleh setiap orang yang memiliki pekerjaan dan minat yang sama sehingga dampak penyebaran atau pemerataannya menjadi tidak terbatas oleh faktor waktu dan ruang.

Kesimpulan Kenyataan-kenyataan diatas adalah dampak dari keyakinan bahwa melalui KM yang menekankan kepada proses sharing sebagai proses pemerataan untuk meningkatkan penguasaan dan pemanfaatan iptek akan menghasilkan landasan yang kokoh dan berkelanjutan bagi eksistensi suatu organisasi, kemandirian suatu negara dan stabilitas perdamaian dunia.

Dalam literatur KM ada satu semboyan bahwa : “Tak seorangpun diantara kita sepandai semua KITA”. Semboyan ini jelas dan tegas menekankan kepada KITA sebagai subjek dan objek.

Muh. Arief Effendi, 2009.

Manajemen pengetahuan (knowledge management) bukanlah suatu hal baru namun saat ini telah berubah menjadi disiplin ilmu tersendiri yang digunakan untuk meningkatkan kinerja ekselen organisasi / perusahaan. Knowledge management merupakan suatu paradigma baru (new paradigm) pengelolaan informasi yang berasal dari pemikiran bahwa pengetahuan yang murni sebenarnya tertanam dalam pikiran & otak (tacid knowledge) setiap karyawan suatu organisasi / perusahaan. Oleh karena itu perlu dibangun suatu mekanisme penyebaran informasi dan pengalaman (experience) dari sumber daya manusia (SDM) yang masih berupa tacid knowledge menjadi explicit knowledge sehingga terjadi peningkatan pengetahuan dari masing-masing pelaku aktivitas di dalam suatu organisasi. Knowledge management dapat dibangun dengan cara mengatur dan menyediakan sumber informasi (pengetahuan) yang ada pada masa lalu, saat ini dan yang akan datang.

Knowledge management merupakan suatu proses yang kompleks dan komprehensif, sehingga memerlukan upaya yang sungguh-sungguh dari berbagai pihak terkait dalam organisasi untuk mewujudkannya. Knowledge management termasuk aset tidak berwujud (intangible asset) yang sebagian berasal dari kompetensi SDM merupakan aset yang cukup signifikan dalam rangka menjaga kelangsungan hidup (going concern) perusahaan serta sustainable company. Aktivitas knowledge management adalah merencanakan, mengumpulkan dan mengorganisir, memimpin dan mengendalikan data dan informasi yang telah digabung dengan berbagai bentuk pemikiran dan analisis dari berbagai macam sumber yang kompeten (www.km-forum.org).

Knowledge management dapat dibangun melalui penerapan integrasi antara teknologi informasi (information technology) dengan sumber pengetahuan (knowledge resource) yang kompeten. Mengelola suatu pengetahuan secara efisien dan efektif merupakan suatu kebiasaan (habit) yang dapat dikembangkan dan dapat dimulai dari masing-masing karyawan (individu), kelompok maupun organisasi. Para pelaku knowledge management cenderung menggunakan suatu metode dalam menganalisis suatu proses, keadaan dan aktivitas suatu bisnis / organisasi. Dalam proses analisis tersebut terdapat sesuatu yang disebut aliran pengetahuan (knowledge flow).

Knowledge management juga tercantum pada kategori 4 Malcom Baldrige Criteria for Performance Excellence (MBCfPE) yaitu pengukuran, analisis dan manajemen pengetahuan (measurement, analysis & knowledge management). Kategori 4 MBCfPE sangat penting bagi keefektivan manajemen suatu organisasi dan dalam memberikan fakta untuk meningkatkan kinerja dan kemampuan bersaing organisasi menuju keunggulan bersaing (competitive advantage). Suatu organisasi / perusahaan yang memiliki asset pengetahuan lebih baik dari kompetitornya, akan memiliki peluang menang dalam ajang kompetisi pada era globalisasi.

Kita ketahui bahwa suatu pengambilan keputusan (decision making) berbasis pada fakta bukan mengandalkan intuisi saja. Fakta tersebut dihasilkan sebagai hasil analisis data (data analysis) menjadi suatu informasi. Informasi dan analisis menjadi dasar (fondasi) bagi sistem manajemen kinerja (performance management system) organisasi. Keberhasilan knowledge management di organisasi/ perusahaan sangat tergantung kepada ketersediaan data dan informasi yang handal (reliable), relevan (relevance) dan lengkap (completness).

Knowledge Management juga dapat dibangun dalam suatu sistem jaringan local intranet (bukan internet), sehingga dapat diakses oleh segenap karyawan suatu organisasi. Knowledge Management perlu dikembangkan dengan tujuan untuk mengumpulkan, menyimpan dan mendistribusikan (sharing) aset pengetahuan (knowledge asset) yang tersebar di organisasi, sehingga dapat digunakan kembali,diketahui dan dipelajari oleh seluruh karyawan atau unit organisasi, dalam rangka meningkatkan kinerja ekselen (excellence performance) organisasi. Selain itu, Knowledge Management dapat berfungsi sebagai sumber pengetahuan (knowledge resource) dan transfer pengetahuan (knowledge transfer) yang sangat bermanfaat bagi karyawan dalam menjalankan aktivitas operasional sehari-hari (day to day operation). Knowledge Management dapat menyajikan berita-berita aktual dan referensi yang bermanfaat bagi organisasi, misalnya:

1. K-NEWS, berisi berita aktual seputar aktivitas organisasi.

2. K-SOURCE, berisi data tentang sumber-sumber pengetahuan yang penting dan diperlukan dalam aktivitas karyawan sehari-hari.

3. K-REFFERENCE, berisi data tentang referensi yang berguna bagi pengembangan organisasi.

4. K-SHARING, berisi data tentang artikel / makalah dari karyawan /manajemen dalam rangka berbagi pengetahuan dan pengalaman (knowledge & experience sharing).

5. K-LIBRARY, berisi kumpulan data yang berfungsi sebagai perpustakaan, jika diperlukan dapat berbentuk e-library dan e-book.

6. K-REGULATION, berisi data tentang Undang-Undang, Peraturan-peraturan, sistem & prosedur, work instruction (WI) dan lain-lain yang relevan dengan aktivitas organisasi.

7. Dan lain-lain

 

Mengingat tidak semua data / informasi / dokumen di Knowledge Management boleh diakses oleh seluruh karyawan atau pihak luar organisasi, maka untuk data / dokumen tertentu diperlukan suatu UserID & Pasword untuk mengakses lebih lanjut data tersebut. Tujuannya adalah untuk mencegah pihak lain mengakses dokumen tertentu yang tidak berwenang (unauthorized acess). Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya penyalahgunaan wewenang serta mencegah terjadinya informasi rahasia yang tidak boleh diketahui oleh yang tidak berhak. Semoga melalui implementasi Knowledge Management secara konsisten dan berkesinambungan diharapkan dapat meningkatkan kinerja ekselen suatu organisasi dan terdapat peningkatan Score dalam Indonesian Quality Award (IQA) dari tahun ke tahun . Amin. ***

dikutip dari: http://muhariefeffendi.wordpress.com/2010/04/07/meningkatkan-kinerja-organisasi-melalui-knowledge-management/

Dyah Sulistyorini, mei 2008

Jakarta (ANTARA News) – Isu tentang implementasi Manajemen Pengetahuan atau Knowledge Management (KM) sebagai hal penting untuk meningkatkan kinerja perusahaan, belakangan semakin banyak dibicarakan dalam kaitan manajemen modern.

Knowledge Management (KM) sebagaimana yang didefinisikan oleh Amrit Tiwana dalam bukunya “The Knowledge Management Toolkit (2000)” adalah: pengelolaan pengetahuan organisasi untuk menciptakan nilai dan menghasilkan keunggulan bersaing atau kinerja yang prima.

KM dipandang penting, karena implementasinya memberi manfaat pada bidang operasi dan pelayanan, dapat meningkatkan kompetensi personal, memelihara ketersediaan knowledge dan inovasi serta pengembangan produk.

Sebuah contoh betapa pentingnya peran KM adalah apabila perusahaan menghadapi kasus pengunduran diri dari karyawan yang memiliki knowledge menonjol, sementara pada saat itu belum ada transfer knowledge bagi penggantinya. Bisa terjadi kepindahan karyawan itu diikuti dengan kepindahan pelanggan.

Di tengah situasi seperti itu, kehadiran buku baru tentang KM memberi makna penting mengingat literatur sejenis dalam bahasa Indonesia masih sangat kurang.

Buku karya Ningky Munir, staf pengajar Sekolah Tinggi Manajemen PPM (STM PPM) yang terbit Maret 2008 bisa menjadi alternatif literatur tentang KM.

Buku setebal 99 halaman itu berjudul “Knowledge Management Audit”, PPM Pedoman Evaluasi Kesiapan Organisasi Mengelola Pengetahuan diterbitkan oleh Penerbit.

Keterbatasan literatur KM di Indonesia menyebabkan acuan penulis seperti yang terpampang pada daftar pustaka berasal dari literatur asing. KM adalah disiplin ilmu yang bisa dikatakan masih muda.

Sejak dipopulerkan tahun 1980-an, KM kini makin sering dibicarakan di antara para akademisi. Situs publikasi sekolah bisnis terkemuka di AS Harvard Business School dan INSEAD (Institut Europeen d’Administration des Affaires) sejak 1996 telah menambah kategori baru Knowledge Management (hal 6).

Buku tersebut berpijak pada penekanan tentang audit, namun pembahasan tentang fondasi buku seperti penjelasan tentang data, informasi, jenis pengetahuan serta tingkat dan komponen pengetahuan terasa terlalu ringkas.

Buku karya Paul L. Tobing berjudul “Knowlwdge Management; Konsep, Arsitektur dan Implementasi” (Graha Ilmu 2007), sebagai buku KM terasa lebih membumi. Paul yang memiliki latar belakang kademisi sekaligus praktisi mampu memberi ilustrasi tentang konsep-konsep dasar KM secara lebih nyata.

Namun, buku Audit KM milik Ningky memberi paparan yang pas untuk pertanyaan-pertanyaan praktis seperti kenapa dua perusahaan atau organisasi yang mempunyai produk yang sama, beroperasi di daerah yang sama tetapi memiliki kinerja yang jauh beda.

Buku ini berisi paparan sumberdaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan kemampuan, bukan hanya semata-mata dari sumberdaya tradisional seperti sumberdaya alam, tenaga kerja dan dana melainkan juga sumberdaya tanwujud (intangible resource), yaitu pengetahuan (intellectual Capital).

KM Audit versi Ningky dilengkapi dengan ilustrasi dan tabel serta kuesioner, untuk memudahkan pembaca dalam memahami isinya, tetapi bahasa penyampaiannya kurang santai.

Buku yang terbagi menjadi 7 (tujuh) bab ini didahului oleh 2 (dua) bab pertama tentang uraian konsep dan teori dasar pengetahuan dan manajemen pengetahuan. Sekaligus berisi argumen tentang pentingnya pengetahuan sebagai sumber daya yang paling strategis di organisasi serta “manfaat” manajemen pengetahuan.

Menarik dicermati tentang hasil survey yang dilakukan oleh PPM Manajemen, tahun 2005-2007 bahwa masih cukup banyak organisasi berorientasi laba yang belum kenal dengan Manajemen Pengetahuan.

Responden yang diambil PPM Manajemen adalah 36 BUMN, 86 perusahaan swasta nasional skala besar, 61 swasta nasional skala menengah-kecil serta 6 perusahaan multinasional. (Hal 6).

Sedangkan berita bagus dari hasil survey itu adalah fakta bahwa kebanyakan perusahaan yang belum menerapkan KM merencanakan untuk memilikinya dalam satu-dua tahun mendatang.

Ningky memberi uraian kerangka audit KM serta dasar pemikirannya pada bab tiga dengan harapan setelah membaca bab ini, pembaca mampu menjelaskan sasaran yang ingin dicapai melalui audit Manajemen Pengetahuan dan kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan dalam audit KM.

Pada bab 4, 5 dan 6 secara berturut-turut memberikan detail penjelasan dan teknis penerapan audit.

Selanjutnya pada tiap pergantian bab, Ningky selalu menyelipkan kata-kata bijak. “Learning is a treasure that will follow its owner everywhere,” demikian salah satu kutipan kata-kata mutiara itu.

Audit KM tulisan Ningky memberi harapan bahwa belum ada kata terlambat untuk menyadari pentingnya KM bagi upaya bertahan, bersaing dan mempertahankan kelangsungan organisasi dengan baik.

Buku ini patut dibaca oleh organisasi yang memandang penting KM sebagai sesuatu yang dibutuhkan. Apalagi ditulis seorang akademisi untuk bisa dibaca dengan agak santai.

dikutip dari : http://www.antara.co.id/view/?i=1210180724&c=ART&s=

Media Indonesia, 26 Agustus 1999

 BARANG siapa memegang akses informasi, dialah yang akan memenangkan persaingan. Alfin Toffler menulis “mantra” ini dalam bukunya Powershift (1991).

Mantra itu merupakan semacam gambaran nyata tentang situasi bisnis menjelang abad ke-21 ini. Menurut Toffler, kesuksesan suatu perusahaan dan organisasi tidak hanya ditentukan pada kecanggihan proses bisnis serta inovasi barang dan jasa yang dihasilkan, melainkan juga pada bagaimana mereka dapat mengelola dan memberdayakan informasi yang ada pada perusahaan tersebut.

Informasi, juga pengetahuan, tersebar dalam berbagai bentuk. Ada yang mudah dikelola–karena berbentuk dokumen, surat elektronik, halaman web, dan informasi tercatat lainnya–ada yang masih harus dianalisis karena tersimpan dalam database, serta ada juga yang lebih sulit untuk diakses, sebab berupa pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh karyawan atau pihak ketiga. Padahal sering kali justru informasi semacam inilah yang lebih berharga dibandingkan jenis informasi yang tercatat.

Teknologi digital memainkan peranan penting dalam hal ini. Kapasitas simpan komputer yang semakin besar, aplikasi perangkat lunak, dan kecanggihan teknologi internet memberikan keleluasaan bagi perusahaan untuk dapat mengolah semua jenis informasi tadi menjadi pengetahuan yang berguna dan bermakna (knowledge management). Knowledge management bukanlah produk aplikasi, melainkan suatu konsep sistem.

Sistem knowledge management yang efektif akan membuat karyawan secara cepat dan mudah menemukan data, informasi, dan pengetahuan lainnya. Sehingga memungkinkan mereka untuk menganalisis informasi secara mudah dan berkolaborasi dengan karyawan lain serta pihak ketiga tanpa dibatasi oleh lokasi serta perbedaan waktu.

Salah satu contoh penerapan knowledge management adalah ITCP (Indonesian Technical Cooperation Programmes). ITCP merupakan proyek yang dikembangkan oleh Sekretariat Kabinet Indonesia. Tujuannya untuk berbagi informasi dan keahlian antara Indonesia dengan negara berkembang lainnya. Aktivitas ITCP meliputi pelatihan; studi kunjungan; pertemuan kelompok yang mencakup area pertanian, pendidikan, informasi, sumber alam, perencanaan keluarga, dan sebagainya. Saat ini peserta ITCP tersebar sampai ke 90 negara dengan jumlah mencapai lebih dari empat ribu orang.

Semula proyek ini mengalami banyak kesulitan, tidak hanya dalam proses persiapan dan registrasi, melainkan juga pada proses dokumentasi dan pelaporan. Bagaimana menentukan jenis pelatihan yang paling dibutuhkan; bagaimana mencari dan menentukan kebutuhan akan pakar yang kompeten di bidangnya; bagaimana mengklasifikasikan laporan hasil suatu proyek atau studi agar dapat dimanfaatkan oleh negara lain; merupakan kendala yang dihadapi selama ini dan tidak dapat secara cepat dan optimal ditangani oleh administrasi manual.

Sekretariat Kabinet kemudian memutuskan untuk menggunakan aplikasi berbasis web sehingga kecepatan informasi dapat jauh lebih meningkat, mengingat luasnya area cakupan peserta ITCP. Dengan hanya bermodalkan program penjelajah (browser) dan koneksi ke internet, para peserta dapat dengan mudah memantau laporan proyek serta agenda pertemuan, serta memberikan masukan mengenai kebutuhan akan pelatihan serta pakar.

Masukan ini akan menjadi salah satu faktor penentu dalam pembuatan agenda kegiatan pelatihan ataupun studi. Kemudahan lainnya adalah dalam proses pencarian informasi. Data, dokumen, dan laporan sudah diklasifikasikan dengan beberapa kriteria yang diolah sedemikian rupa, sehingga informasi yang dihasilkan akan optimal dan tepat sesuai dengan kebutuhan dari peserta.

‘One stop service’

Pendekatan yang hampir serupa juga dilakukan oleh United Nations Development Programme (UNDP). UNDP menyediakan suatu fasilitas yang disebut one stop service kepada para stafnya agar dapat mengelola proyek-proyek UNDP di Indonesia. Disebut one stop service, karena semua perangkat lunak (Word, Excell, dan lain-lain), aplikasi database, jadwal kegiatan/kalendar, pendistribusian pekerjaan dan data dapat diakses dengan mudah melalui program penjelajah (browser). UNDP menggunakan program penjelajah agar semua informasi dapat tersaji secara visual, mulai dari proses pemantauan sampai dengan pendeteksian kemajuan dan perkembangannya.

Sistem manajemen proyek berbasis web di UNDP terintegrasi dengan database dan sistem surat-menyurat, sehingga pengguna dapat dengan mudah berkolaborasi baik melalui program e-mail, faksimile maupun dokumen melalui antarmuka (interface) yang sama. Guna mengurangi kesalahan, disediakan juga template untuk setiap dokumen yang sudah baku dan draft pada tiap tahapan proyek yang bila sudah diselesaikan, secara otomatis akan masuk ke langkah selanjutnya dan menjadi semacam tugas (task) untuk pengguna selanjutnya.

Proses aliran pekerjaan ini selain membuat proyek menjadi lebih efisien dan terorganisasi, juga memungkinkan semua pihak melihat sejarah setiap proyek, sehingga memudahkan untuk proses perencanaan selanjutnya seperti sistem database. Pada umumnya akses terhadap data-data yang berhubungan dengan proyek dibatasi dengan simpul-simpul keamanan yang terintegrasi pada tingkat pemakai dan pengelola database.

Sampai saat ini UNDP belum melakukan penghitungan secara rinci mengenai manfaat intranet terhadap pilihan sistem tanpa kertas (paperless system) ini, karena penerapannya baru sebatas penyediaan dokumentasi dalam bentuk intranet, internal memo, pendelegasian pekerjaan, pengumuman, dan katalog. Tapi yang jelas, proses pengambilan keputusan jadi lebih cepat dan efesien. .Tim MediaTek

Disajikan atas kerja sama Media Indonesia dan Microsoft Indonesia.

Dikutip dari : http://www.asmakmalaikat.com/go/buku/26082000_1.htm

Penulis: Lendy Widayana
Dimuat pada Harian Radar Malang tanggal 09 Maret 2004

Dalam dunia bisnis, kecepatan dan banyaknya sumber informasi membuat pelanggan menjadi semakin cerdas dan kritis. Lalu apakah keadaan ini merupakan ancaman bagi kelangsungan sebuah bisnis ? Jawabannya bisa ya dan tidak. Ya, jika perusahaan tidak dapat terus memenuhi tuntutan pelanggan. Tidak, bila perusahaan segera menyusun kekuatan knowledge (pengetahuan + pengalaman) dan memposisikan knowledge sebagai aset utama untuk menghasilkan solusi bagi pelanggan. Kata kunci untuk membangun knowledge adalah selalu belajar dari berbagai sumber pengetahuan. Namun belajar pun tidak cukup jika tidak segera diikuti dengan menambah ‘jam terbang’ penerapan pengetahuan itu. Pengalaman menerapkan pengetahuan baru akan menambah nilai knowledge menjadi semakin tinggi. Dengan demikian siklus membangun knowledge terbentuk seperti bawah ini.

1. Belajar (dari berbagai sumber pengetahuan)

2. Menjadi Pengetahuan dan dianalisa

3. Bertindak/Menerapkan

4. Hasil tindakan (Gagal/Sukses)

5. Pengalaman

6. Hasil pengalaman menjadi pengetahuan yang telah diperbarui

Tuntutan untuk selalu belajar di era informasi yang semakin cepat dan deras ini adalah suatu kebutuhan yang tidak terelakkan lagi bagi siapapun. Pengetahuan, keahlian, dan keterampilan yang kita miliki terasa menjadi semakin cepat usang jika tidak selalu kita perbarui. Keadaan serba cepat inipun menuntut perubahan atau bahkan revolusi dalam cara belajar yang dimulai paling tidak dari diri kita sendiri. Pertanyaannya, bagaimanakah perubahan yang perlu dilakukan ? Karena berbagai perubahan di jaman ini disebabkan oleh kecepatan informasi, maka cara belajar yang paling efektif adalah mengikuti irama kecepatan informasi itu sendiri dan menganalisanya dalam waktu yang cepat pula. Kecepatan menganalisa informasi pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas tindakan kita berdasarkan informasi itu.

Membongkar sekat arus pengetahuan.

Perubahan bahkan yang sangat radikal dalam alur kerja organisasi bisnis menuntut keberanian dari pemimpin organisasi itu. Menarik menimba cerita pengalaman dari seorang CEO bernama Lars Kolind, pada sebuah perusahaan alat bantu pendengaran di Denmark bernama Oticon. Tahun 1980 Oticon mengalami penurunan penjualan karena tidak dapat bersaing dengan produk inovatif pesaingnya. Tahun 1990, Lars Kolind menyadari bahwa kunci sukses adalah inovasi dan waktu yang cepat untuk menyerahkan produk ke pasar. Untuk itu Lars Kolind mengabaikan struktur organisasi yang kaku bahkan sampai job description pun ditinjau kembali orientasinya. Karyawan dibuat sesukanya memilih fungsi pekerjaan yang sesuai dengan apa yang mereka sangat minati dan kuasai. Mereka semua bekerja secara matriks dalam lintas fungsi. Bangunan kantor dibuat sedemikian rupa agar memperlancar komunikasi antara bagian perancangan dan manufaktur. Orientasi cara kerja diubah menjadi terfokus pada alur pertukaran knowledge. Satu sama lain saling belajar untuk memahami keadaan yang sebenarnya dari tuntutan pasar, baik itu permintaan pelanggan maupun gerak-gerik pesaing. Karyawan diajak berpikir dan bertindak sebagaimana layaknya seorang wiraswasta. Artinya, dimensi pemikiran dan tindakannya tidak bisa lagi terkotak-kotak dalam fungsi dan tugas bagiannya sendiri. Melainkan semua memandang bahwa kepentingan profit perusahaan adalah tanggung jawab semua pihak. Pertukaran knowledge (knowledge-sharing) dijadikan suatu budaya untuk menghasilkan inovasi. Walhasil Oticon sukses menciptakan dan melempar produk inovatif ke pasar dengan cepat, di antaranya alat bantu pendengaran digital. Oticon pun dapat meningkatkan nilai ROE (Return On Equity) perusahaan yang pada akhir tahun 1980-an hanya satu digit, menjadi lebih dari 25 % di tahun 1990-an.

Apakah contoh di atas sulit untuk ditiru ? Tentu tidak, karena membangun knowledge organisasi perusahaan tidak membutuhkan modal kapital yang besar, namun hanya modal kemauan yang besar untuk selalu maju, mengkomunikasikan maksud baik untuk maju, dan siap berubah. Berbagi knowledge tidak akan membuat seseorang akan kehilangan kekuasaan atau kekuatannya. Bayangkan jika semua orang melakukannya. Lambat laun kita akan menyadari bahwa aset knowledge adalah aset terbesar kita. Bukan lagi sumber daya fisik dan materi yang membuat orang hanyut dalam materialisme sehingga melupakan hakekat kita sebagai manusia.

 

dikutip dari : http://knownetwork.blogspot.com/2004/03/artikel-memajukan-perusahaan-dengan.html